Rajin Baca Al-Quran Tapi Akhlak Awut-Awutan, Nanti yang Masuk Surga Mulutnya Saja
Islam itu datang untuk menyempurnakan akhlak. Dan akhlak itu dibagi dua, habluminallah (hubungan baik dengan Allah) dan habluminannas (hubungan baik dengan sesama manusia). Jika seseorang mengaku Islam tapi akhlaknya awut-awutan, maka gagal Islam-nya.
Tak sedikit umat muslim yang rajin beribadah, hatam Al-Quran, rajin baca ayat-ayat Al-Quran, ke masjidnya rajin, tapi akhlaknya awut-awutan, terutama akhlak terhadap sesama manusia. Dia jarang menyapa orang lain, selalu menunjukkan muka cemberut, jarang menjalin silaturahmi, jarang membantu, pelit dan sebagainya. Bagaimanakah orang seperti itu?
Allah dan Rasul memerintahkan kita untuk beribadah dan dari ibadah itu harus menghasilkan akhlak yang mulia, termasuk habluminallah dan habluminannas, jadi tidak bisa setengah-setengah, tapi harus dua-duanya. Salah satu saja gagal, maka gagal pula akhlaknya.
Kenyataannya tak sedikit orang muslim yang pandai dalam membaca Al-Quran, pembacaan makhraj dan tajwidnya begitu sempurna, tapi dia memiliki akhlak yang buruk. Dia memiliki sifat sombong, merasa dirinya paling benar, suka menjelekan keburukan orang lain dan tidak mau menerima nasehat baik dari orang lain.
Pahamilah, Al-Quran itu bukan sekedar untuk dibaca saja, tapi untuk dibaca, dipahami, dan setelah dipahami, kemudian amalkan apa yang diperintahkan dalam ayat Al-Quran tersebut.
Ibadah dan akhlak tak bisa dipisahkan.
Misalnya saja banyak orang yang membaca surat Al-Baqarah ayat 42 dalam bahasa Arab. Kira-kira seperti inilah artinya, “Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang rukus.”
Setiap hari membaca ayat tersebut sampai berpuluh-puluh kali, tapi fakta di kehidupan nyata, orang yang rajin baca ayat tersebut tidak pernah mengeluarkan zakat, termasuk infak dan sedekah. Apakah dia sudah mengamalkan Al-Quran? Tentu saja belum karena dia jarang mengeluarkan zakat dan dia termasuk golongan orang-orang yang akhlaknya buruk karena Allah benci sekali orang yang kikir.
Begitulah perumpamaannya, membaca Al-Quran itu harus sampai paham maknanya agar kita bisa mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga terwujudlah akhlak mulia. Jangan sampai terus-terusan membaca, tapi bukti kenyataan di lapangan, bertentangan dengan apa yang dibaca.
Memang gak salah membaca Al-Quran, malahan lebih baik membaca Al-Quran daripada membaca keburukan orang lain, tapi alangkah baiknya seperti yang sudah disebutkan tadi, Al-Quran itu harus diimbangi dengan pembuktian nyata di lapangan.
Jika terus-terusan membaca Al-Quran, tak peduli seberapa baguspun cara membacanya, tapi kalau akhlaknya buruk, tetap dia tergolong orang-orang yang membangkang. Nanti yang masuk surga paling mulutnya saja.
Sejatinya, semua ibadah yang kita lakukan harus bisa mewujudkan akhlak mulia seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Berprilaku baiklah terhadap sesama, buanglah sifat sombong, riya dan kikir, bantulah orang yang membutuhkan pertolongan dan hormatilah orang lain, meskipun orang tersebut bukan orang beriman. (wow)